Pendidikan
jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
hal fisik, mental, serta emosional. “Pendidikan jasmani memperlakukan anak
sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggap sebagai
seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya” (Mahendra,2005:6) . Pada
kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sangat luas.
Titik perhatianya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi,
pendidikan jasmani berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah
pendidikan lainya yaitu hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran
dan jiwanya.
Fokus pendidikan jasmani
pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan
aspek lain dari manusia itulah yang menjadikan unik. Tidak ada bidang tunggal
lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkaitan dengan perkembangan total
manusia. Pada dasarnya pendidikan jasmani, dengan memanfaatkan alat gerak
manusia, dapat membuat aspek mental dan moral pun ikut berkembang.Dalam konteks
pendidikan inklusif, pelayanan pendidikan jasmani diberikan kepada semua anak dengan
karakteristik yang berbeda – beda termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Di
sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif terdapat peserta didik yang
mengalami beranekaragam hambatan, baik hambatan penglihatan, pendengaran,
motorik, komunikasi, perhatian, emosi, perilaku, sosial, dan sebagainya.
Mereka berhak atas pendidikan jasmani yang dapat mengakomodasi
hambatan dan kebutuhan yang mereka miliki. Oleh karena itu, pembelajaran
pendidikan jasmani menjadi lebih kompleks bagi guru pendidikan jasmani dalam
mengupayakan agar semua kebutuhan anak akan gerak dapat terpenuhi dan dapat
meningkatkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Pada kenyataannya tidak
semua ABK mendapatkan layanan pendidikan jasmani sesuai dengan kebutuhan atau
hambatan yang dimilikinya, karena tidak semua guru pendidikan jasmani memahami
dan mengetahui layanan yang harus diberikan kepada ABK.
Pernyataan di atas sejalan
dengan hasil penelitian Gusmawan (2006:i). dalam karyanya yang berjudul
‘Problematika Pembelajaran Pendidikan Jasmani bagi Tunanetra di Sekolah Umum’
yang menyatakan bahwa “Guru pendidikan jasmani tidak memahami pelaksanaan
pendidikan jasmani adaptif, sehingga pembelajaran yang diberikan tidak sesuai
dengan kebutuhan dan hambatan yang dimiliki oleh ABK” Bahkan di saat peneliti
melakukan observasi pendahuluan peneliti menemukan ada diantara guru pendidikan
jasmani yang tidak mengikutsertakan siswa ABK dalam kegiatan pembelajaran
pendidikan jasmani mereka hanya bermain sesuka hati tanpa ada perhatian dari
guru dan hanya membiarkan mereka
menonton teman-temannya yang sedang berolahraga di pinggir lapangan olahraga.
Kebutuhan gerak ABK lebih besar daripada siswa
lainnya, karena ABK mengalami hambatan dalam merespon rangsangan yang diberikan lingkungan untuk
melakukan gerak, meniru gerak dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu
sehingga ia tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar Hal
ini terjadi karena
mereka memiliki masalah
dalam sensorisnya, motoriknya, belajarnya, dan tingkah lakunya yang
dapat menghambat perkembangan fisik siswa tersebut. Seperti yang di ungkapkan
oleh Irham Hosni
(2003:31) bahwa:
Anak berkebutuhan khusus memiliki masalah dalam sensorisnya, motoriknya, belajarnya, dan
tingkah lakunya. Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik
anak. Hal ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon
rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru gerak dan
bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan
gerakan yang terarah dengan benar
Pernyataan di atas
menggambarkan akan pentingnya gerak dalam perkembangan seorang individu,
apabila seorang inividu memiliki kemampuan gerak yang baik maka perkembangan
fisiknya akan baik pula. Dengan begitu gerak memiliki fungsi lain bagi ABK,
yaitu membantu perkembangan fisik, melatih untuk merespon rangsangan dari
lingkungan dan membiasakan gerakan agar terarah dengan benar. Dengan kata lain
melakukan gerakan bagi ABK sama dengan melatih motorik halus dan kasar mereka
untuk mengurangi hambatan geraknya. Selain itu gerak juga dapat digunakan
sebagai media untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan dari lingkungan. Oleh
karena itu pendidikan jasmani bagi ABK sangatlah penting, walaupun demikian program yang di berikan
harus di sesuaikan dengan kebutuhan dan hambatan ABK itu sendiri agar hasilnya
dapat optimal. Apabila program pembelajaran yang di berikan oleh guru tidak
berorientasi kepada kebutuhan dan hambatan ABK, di khawatirkan perkembangan
fisik ABK tidak berkembang dengan baik dan bahkan bisa saja menjadi masalah baru
baginya.
Samsudin (2008:2) mengemukakan
bahwa:
Pendidikan jasmani merupakan suatu proses
pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan
kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan
motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif
dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor,
kognitif dan afektif siswa.
Pernyataan di atas menyatakan
bahwa pendidikan jasmani merupakan sebuah
proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani untuk meningkatkan
kemampuan fisik, intelektual, sosial maupun emosional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan seluruh ranah baik jasmani,
psikomotor, kognitif dan afektif siswa’. Tetapi di dalam pelaksanaannya
ditemukan adanya kesulitan yang dialami oleh beberapa individu yang unik
sehingga mereka tidak terjangkau oleh pendidikan jasmani.
Mereka tetap sangat membutuhkan
layanan pendidikan jasmani, oleh karena itu di butuhkan bentuk pendidikan
jasmani yang dapat mengakomodasi setiap individu sesuai dengan keunikannya
masing-masing. Pendidikan jasmani seperti itu disebut dengan pendidikan jasmani
adaptif.
1.
Pengertian Pendidikan Jasmani Adaptif
Pendidikan jasmani
adaptif menurut Sherril dalam Sriwidati dan Murtadlo (2007:3) adalah sebagai
berikut:
Pendidikan
jasmani adaptif didefinisikan sebagai satu sistem penyampaian pelayan yang
komprehensif yang dirancang untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah
dalam ranah psikomotor. Pelayanan tersebut mencakup penilaian, program
pendidikan individual (PPI), pengajaran bersifat pengembangan dan/atau yang
disarankan, konseling dan koordinasi dari sumber atau layanan yang terkait untuk
memberikan pengalaman pendidikan jasmani yang optimal kepada semua anak dan
pemuda.
Menurut Winnick dalam
Sriwidati dan Murtadlo (2007:3) ‘Pendidikan Jasmani Adapif itu adalah suatu
program yang dibuat secara individual berupa kegiatan perkembangan, latihan,
permainan, ritme, dan olahraga yang dirancang memenuhi kebutuhan pendidikan
jasmani untuk individu-individu yang unik’.
Syarifuddin, &
Muhadi dalam Sriwidati dan Murtadlo (2007:4) mengemukakan bahwa:
Pendidikan
jasmani adaptif adalah suatu proses mendidik melalui aktivitas gerak untuk laju
pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis dalam rangka
pengoptimalan seluruh potensi kemampuan, keterampilan jasmani yang disesuaikan
dengan kemampuan dan keterbatasan anak, kecerdasan , kesegaran jasmani, sosial,
kultural, emosional, dan rasa keindahan demi tercapainya tujuan pendidikan
yaitu terbentuknya manusia seutuhnya
Dari beberapa
definisi di atas menggambarkan bahwa pendidikan jasmani adaptif adalah suatu
program pembelajaran dalam memenuhi kebutuhan psikomotor anak yang dirancang
sedemikian rupa sesuai dengan keunikan anak tersebut
2.
Tujuan Pendidikan Jasmani Adaptif
Crowe dalam Abdoellah
(1996;4) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan jasmani adaptif bagi anak
berkebutuhan khusus sebagai berikut:
(1) Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi
yang dapat diperbaiki; (2) untuk membantu siswa melindungi diri sendiri dari kondisi
apapun yang memperburuk keadaannya melalui pendidikan jasmani tertentu;(3)
untuk memberikan kesempatan pada siswa mempelajari dan berpartisipasi dalam
sejumlah macam olahraga dan aktivitas jasmani, waktu luang yang bersifat
rekreasi;(4) untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan
mentalnya;(5) untuk membantu siswa melakukan penyesuaian sosial dan
mengembangkan perasaan memiliki arga diri;(6) untuk membantu siswa dalam
mengembangkan pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik;(7)
untuk menolong siswa memahami dan menghargai macam olahraga yang dapat
diminatinya sebagai penonton.
Selain itu Tarigan
(2000:10), menyatakan bahwa:
tujuan
pendidikan jasmani dan kesehatan adaptif bagi anak berkebutuhan khusus adalah untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani, keterampilan gerak, sosial,
dan intelektual. Disamping itu, proses pendidikan itu penting untuk menanamkan
nilai-nilai dan sikap positif terhadap keterbatasan kemampuan baik dari segi
fisik maupun mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan
dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri
Sedangkan menurut
Furqon dalam Sukardin (2006;5) manfaat pendidikan jasmani bagi anak
berkebutuhan khusus adalah:
Dapat membantu mengenali kelainannya dan
mengarahkannya pada individu-individu atau lembaga-lembaga yang terkait; (2)
dapat member kebahagiaan bagi anak dengan kebutuhan khusus, member pengalaman
bermain yang menyenangkan; (3) dapat membantu siswa mencapai kemampuan dan
latihan fisik sesuai dengan keterbatasannya;(4) dapat member banyak kesempatan
mempelajari keterampilan yang sesuai dengan orang-orang yang memiliki kelainan
untuk meraih sukses;(5) pendidikan jasmani dapat berperan bagi kehidupan yang
lebih produktif bagi anak dengan kebutuhan khusus dengan mengembangkan kualitas
fisik yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kehidupan sehari-hari
3.
Ruang Lingkup Pendidikan Jasmani Adaptif
Siapa sajakah yang
termasuk peserta pendidikan jasmani adaptif, Perlu kita identifikasi dan
mengategorikannya sesuai dengan kemampuan dan karakteristik anak tersebut.
Karena prinsip pengajaran Pendidikan jasmani adaptif adalah Pengajaran yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik.
Menurut IDEA ( http:// en. wikipedia.org/ wiki/ Adapted Physical Education, 2009) anak-anak yang harus mendapatkan layanan
pendidikan jasmani adaptif sebagai berikut:
(a) Siswa Autis
(b) Siswa yang mengalami hambatan penglihatan
(Tunanetra)
(c) Siswa yang mengalami hambatan pendengaran dan
komunikasi (Tunarungu)
(d)Siswa yang mengalami hambatan emosi ( Tunalaras)
(e) Siswa Tunagrahita
(f) Siswa yang mengalami Hambatan fisik (Tunadaksa)
(g) Siswa yang memiliki hambatan belajar (LD)
(h) Dan siswa yang memiliki hambatan lainnya seperti
epilepsy, HIV,ADD dan ADHD, Asma, Leukimia dan lain sebagainya
Selain itu menurut
Undang-undang rehabilitasi Amerika serikat (Section
504 of the Rehabilitation
Act of 1973) siswa yang berhak mendapatkan layanan
pendidikan jasmani adaptif adalah: ‘a
person with a disability is anyone who has a physical or mental impairment that
limits one or more major life activities, has a record of impairment, or is
regarded as having an impairment ’. (http://en.wikipedia.org/wiki/ Adapted Physical_Education,2009)
Jadi menurut
undang-undang tersebut yang termasuk mendapatkan layanan pendidikan jasmani
adaptif adalah siswa yang memiliki hambatan baik fisik maupun mental, atau
memiliki satu atau lebih hambatan yang bisa mengganggu aktivitas hidupnya,
memiliki riwayat hambatan yang dimilikinya atau dianggap memiliki hambatan.
4.
Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaptif
Proses pencapaian tujuan pengajaran membutuhkan
manajemen pengajaran termasuk penerapan model dan strategi pembelajaran yang
tepat, baik ditinjau dari substansi atau tugas-tugas ajar maupun karakteristik
peserta didik.
a.
Materi dan Program pendidikan jasmani adaptif
1)
Pemilihan
materi
Pemilihan
materi yang tepat, membantu dalam memperbaiki penyimpangan postur tubuh,
meningkatkan kekuatan otot, kelincahan, kelenturan dan meningkatkan kebugaran
jasmani. Pelaksanaan kegiatan olahraga secara teratur dengan beban yang cukup,
sangat membantu dalam usaha mencapai kebugaran jasmani tersebut.
Perlu
diketahui bahwa kekuatan otot akan bertambah bila sering digunakan, dan akan
berkurang bila tidak pernah dilatih secara teratur. Demikian juga kelenturan,
kelincahan, daya tahan dan lain-lain, akan meningkat bila dilatih secara
sistematis dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
Setiap
siswa mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain dan
oleh sebab itu program pembelajaran akan lebih efektif bila diklasifikasikan
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kecacatannya.
2)
Program
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus
Merencanakan dan melaksanakan program pendidikan
jasmani bagi siswa berkebuthan khusus, memerlukan pemikiran dan ketelitian yang
cukup tinggi dan rasional. Program pembelajaran akan berhasil apabila fokus
kegiatan ditujukan pada perbaikan tingkat kemampuan fisik dan ketidakmampuan
fisik siswa serta meminimalisir hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
kehidupannya.
Secara umum materi pembelajaran pendidikan jasmani
bagi siswa berkebutuhan khusus sama dengan materi pembelajaran siswa lainnya.
Namun yang membedakannya adalah strategi dan model pembelajarannya yang berbeda
dan disesuaikan dengan jenis dan tingkat kecacatannya. Artinya jenis aktivitas
olahraga yang terdapat dalam kurikulum dapat diberikan dengan berbagai
penyesuaian.
Program pendidikan jasmani untuk anak berkebutuhan
khusus menurut Tarigan (2000:43), dibagi menjadi tiga kategori seperti tertera
pada table berikut :
Tabel 2.1
Tiga Kategori Program Pendidikan Jasmani
Menurut Tarigan
NO
|
KATEGORI
|
AKTIVITAS GERAK
|
1.
|
Pengembangan gerak
|
-
Gerakan-gerakan yang tidak
berpindah tempat
-
Gerakan-gerakan yang
berpindah tempat
-
Gerakan-gerakan keseimbangan
|
2.
|
Olahraga
dan Permainan
|
- Olahraga permainan yang bersifat rekreatif
- Permainan lingkaran
- Olahraga dan permainan beregu
- Olahraga senam dan aerobic
- Kegiatan yang menggunakan music dan tari
- Olahraga permainan di air
- Olahraga dan permainan yang menggunakan meja
|
3.
|
Kebugaran dan kemampuan gerak
|
- Aktivitas yang meningkatkan kekuatan
- Aktivitas yang meningkatkan kelentukan
- Aktivitas yang meningkatkan kelincahan
- Aktivitas yang meningkatkan kecepatan
- Aktivitas yang meningkatkan daya tahan
|
b.
Pembelajaran Individual
Pembelajaran individual dimaksudkan agar kebutuhan
setiap individu dapat terpenuhi sesuai dengan jenis dan tingkat kecacatannya.
Pembelajaran individual dalam kontek ini bukan berarti melakukan pembelajaran
kepada siswa satu demi satu. Tetapi dalam proses pembelajaran tersebut, guru
pendidikan jasmani perlu merencanakan aktivitas jasmani yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan jenis kecacatan siswa.
Agar program dapat memenuhi kebutuhan setiap individu,
guru pendidikan jasmani seyogianya memperhatikan berbagai factor yang meliputi :
pemahaman terhadap individu, kebutuhan-kebutuhan individu, keterbatasan-
keterbatasan individu dan kemampuan dan kelebihan individu serta pengembangan
strategi yang tepat, sangat menentukan dalam mencapai tujuan.
2.
Metode Pembelajaran Pendidikan Jasmani
Untuk membantu para guru pendidikan jasmani
mengembangkan strategi pembelajaran pada siswa berkebutuhan khusus diperlukan
metode yang tepat sebagai cara dalam menyampaikan materi kepada siswa. Menurut
Tarigan (2000:45) ada 3 macam metode pembelajaran pendidikan jasmani bagi siswa
berkebutuhan khusus: 1. Metode bagian, 2. Metode keseluruhan, dan Metode
gabungan.
a.
Metode Bagian
Dalam metode bagian, tugas-tugas gerak dipelajari dan
dilatih bagian demi bagian. Biasanya metode ini diterapkan apabila struktur gerak
cukup kompleks sehingga diperkirakan dengan mempelajari bagian demi bagian akan
memberikan hasil optimal.
Misalnya dalam pembelajaran mendribel, menembak dan
mengoper dalam olahraga basket, dilakukan pendekatan bagian perbagian sebelum
diberikan pengalaman bermain basket secara utuh.
Artinya setelah siswa mempelajari dan menguasai
bagiab-bagian dari suatu aktivitas gerak dalam olahraga permainan, maka
selanjutnya bagian-bagian tersebut digolongkan kembali menjadi aktivitas yang
lengkap dan menyeluruh.
b. Metode
Keseluruhan
Pembelajaran
dengan metode keseluruhan merupakan aktivitas gerak yang dilakukan secara
keseluruhan. Metode ini biasanya digunakan untuk melatih teknik dan gerakan
yang sederhana, atau apabila keseluruhan serangkaian gerak dari satu teknik
olahraga, tidak bisa dipecah menjadi bagian-bagian.
Metode
keseluruhan cukup efektif digunakan untuk anak berkebutuhan khusus, namun
tergantung dari berat ringannya tugas gerakan yang dilakukan dengan kondisi
kecacatan anak. Semakin rendah tingkat kompleksitas tugas gerakan secara
keseluruhan, dan semakin kecil taraf hambatan yang diderita anak, maka
pendekatan ini akan berlangsung lebih baik.
Bagi
anak yang terbelakang mental yang cukup berat, seyogianya diberikan pelajaran
atau latihan keterampilan gerak secara keseluruhan. Misalnya tugas gerak
melempar dalam bola tangan atau bola basket. Pemecahan suatu struktur gerak
atau pola gerak menjadi bagian-bagian, kurang bermanfaat bagi siswa yang kurang
mampu memproses informasi dengan baik seperti anak yang mengalami
keterbelakangan mental.
c.
Metode gabungan
Memodifikasi metode dengan cara mengubahnya menjadi
kombinasi keseluruhan – bagian – keseluruhan, umumnya memberikan kemudahan dan
keuntungan bagi siswa berkebutuhan khusus.
Semakin simpel langkah-langkah pembelajaran yang
diberikan kepada anak, semakin besar peluangnya untuk menguasai tugas-tugas
gerak yang diajarkan. Kecepatan laju penyampaian instruksi dan jumlah
pengulangan serta reinforcement yang diberikan dalam proses pembelajaran,
berbanding terbalik antara satu dengan yang lainnya terhadap kemajuan dan
keberhasilan yang dicapai siswa berkebutuhan khusus.
Hal ini berarti semakin lambat penyampaian instruksi
yang dilakukan guru, dan semakin banyak frekuensi pengulangan oleh siswa, maka
semakin baik kemajuan yang dicapai oleh siswa berkebutuhan khusus.
d.
Penyampaian Penjelasan dan peragaan
Metode ini sudah lazim dipergunakan dalam proses
pembelajaran pendidikan jasmani. Namun faktor penting dalam penerapannya adalah
penekanan pada kombinasi penjelasan (baik secara verbal, tertulis maupun
manual) yang dilanjutkan dengan peragaan atau demonstrasi tugas gerak yang
sebenarnya.
Melalui penjelasan dan demonstrasi, para siswa
berkebutuhan khusus lebih terdorong dan termotivasi untuk melakukan tugas
gerak, sehingga memiliki peluang lebih besar untuk memperoleh hasil dalam
setiap pembelajaran.
Bagi sebagian anak, terutama yang memiliki hambatan
bicara, hambatan pendengaran dan keterbelakangan mental, penjelasan-penjelasan
yang diberikan secara sistematis dan runtut kelihatannya kurang bermanfaat.
Namun demikian, peragaan dan demonstrasi yang dapat dilihat dan diamati dari
berbagai arah, sangat membantu terhadap pemantapan persepsi tentang suatu tugas
gerak yang tidak dapat mereka tangkap melalui penjelasan.
Sebaliknya, bagi anak-anak yang mengalami hambatan
visual, akan lebih bermakna informasi melalui penjelasan dibanding melalui
peragaan atau demonstrasi.
Untuk menghadapi kasus lainnya, diperlukan kreativitas
dan kejelian guru dalam memilih suatu metode yang cocok sesuai dengan jenis dan
tingkat kecacatan siswa.
3.
Program
Pendidikan Jasmani bagi Siswa berkebutuhan khusus
Program pembelajaran
bagi siswa berkebutuhan khusus tidaklah sama dengan siswa lainnya, karena
setiap siswa memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda-beda. Sehingga
dibutuhkan program pembelajaran yang lebih khusus disesuaikan dengan kebutuhan
siswa tersebut. Walaupun saat pelaksanaan pembelajaran bersama-sama dengan
siswa lain, tetapi program yang harus diterapkan berbeda dengan program
pembelajaran bagi siswa lainnya. Untuk memperoleh hasil
pembelajaran yang maksimal maka diperlukan pengembangan maupun modifikasi
pembelajaran dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap siswa.
Tarigan (2000;49) mengungkapkan bahwa ada beberapa tehnik
modifikasi yang dapat dilakukan pada saat pembelajaran jasmani bagi siswa
berkebutuhan khusus. diantaranya: modifikasi
pembelajaran, dan ‘ modifikasi
lingkungan belajar’.
a.
Modifikasi
Pembelajaran
Tarigan (2000;49) mengungkapkan bahwa “ untuk memenuhi kebutuhan para siswa
berkebutuhan khusus dalam pembelajaran pendidikan jasmani maka para guru seyogiyanya melakukan
modifikasi atau penyesuaian-penyesuaian dalam pelaksanaan pembelajaran yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa”.
Jenis modifikasi dalam pembelajaran ini berveriasi dan
bermacam-macam disesuaikan dengan kebutuhan dan keterbatasan siswa berkebutuhan
khusus, tetapi tetap memiliki tujuan untuk memaksimalkan proses pembelajaran.
Ada beberapa hal menurut Tarigan (2000;50) yang dapat dimodifikasi untuk
meningkatkan pembelajaran diantaranya:
1)
Penggunaan Bahasa
Bahasa merupakan dasar dalam melakukan komunikasi.
Sebelum pembelajaran dimulai, para siswa harus faham tentang apa yang harus
dialakukan. Pemahaman berlangsung melalui jalinan komunikasi yang baik antara
guru dengan siswa. Oleh karena itu, mutu komunikasai antara guru dan siswa
perlu ditingkatkan melalui modifikasi bahasa yang dipergunakan dalam
pembelajaran.
Sasaran dari modifikasi bahasa bukan hanya ditujukan
bagi siswa yang mengalami hambatan berbahasa saja, tetapi bagi anak yang
mengalami hambatan dalam memproses informasi, gangguan perilaku, mental, dan
jenis hambatan-hambatan lainnya.
Contohnya pada siswa Autis, dia tidak bisa menerima
dan merespon instruksi yang di berikan apabila instruksi yang diberikan terlalu
panjang. Oleh karena itu instuksi yang
diberikan kepada siswa autis harus singkat tetapi jelas, seperti yang
diungkapkan oleh Auxter (2001:504) Begitupula dengan siswa yang memiliki
hambatan mental dengan tingkat kecerdasan di bawah rata-rata,
mereka tidak dapat memproses sebuah instruksi yang terlalu panjang sehingga
instruksi yang diberikan kepada mereka haruslah singkat dan jelas.
Berbeda dengan contoh di atas penggunaan bahasa bagi
siswa tunanetra dan siswa yang berkesulitan belajar harus lengkap dan jelas,
karena siswa tunanetra memiliki keterbatasan dalam menggambarkan lingkungan
yang ada disekitarnya sehingga mereka membutuhkan penjelasan yang jelas dan
lengkap.
Sementara bagi beberapa siswa berkesulitan belajar, ada
diantara mereka yang memiliki hambatan saat menerima instruksi yang diberikan, contohnya
siswa berkesulitan belajar yang memiliki gangguan perkembangan motorik saat dia
diberikan instruksi untuk menggerakan
tangan kanan tetapi tanpa disadari dan disengaja tangan kiri yang dia gerakan.
Seperti yang diungkapkan oleh Learner dalam Abdurrahman (2003:146) bahwa “siswa
berkesulitan belajar memiliki gangguan perkembangan motorik antara lain
kekurangan pemahaman dalam hubungan keruangan dan arah, dan bingung lateralitas (confused laterality)”. oleh karena itu
dia memerlukan instruksi yang jelas
bahkan kalau bisa guru juga ikut memperagakan gerakan yang diinstruksikan agar
siswa tidak mengalami kesalahan dalam melakukan
gerakan dan instruksi yang
diberikan harus berurutan dari tahapan awal sampai akhir karena apabila ada
gerakan yang runtutannya hilang kemungkinan besar dia akan bingung saat
melakukan gerakan selanjutnya.
Sedangkan bagi siswa yang memiliki hambatan
pendengaran guru harus menggunakan dua metode komunikasi yakni komunikasi
verbal dan Isyarat yang sering disebut dengan komunikasi total. Komunikasi
total ini dapat lebih memahami instruksi yang diberikan oleh guru, pada saat
siswa tidak memahami bahasa isyarat dia bisa membaca gerak bibir dan juga
sebaliknya.
2)
Membuat urutan tugas
Dalam melakukan tugas gerak yang diberikan oleh guru
terkadang siswa melakukan kesalahan
dalam melakukannya, hal ini diasumsikan
bahwa para siswa memiliki kemampuan memahami dan membuat urutan gerakan-gerakan
secara baik, yang merupakan prasyarat
dalam melaksanakan tugas gerak.
Seorang guru menyuruh siswa “ berjalan ke pintu” yang
sedang dalam keadaan duduk. Untuk melaksanakan tugas gerak yang diperintahkan
oleh guru tersebut, diperlukan langkah-langkah persiapan sebelum anak
benar-benar melangkahkan kakinya menuju pintu.
Jika seorang siswa mengalami kesulitan dalam membuat urutan-urutan peristiwa yang dialami,
maka pelaksanaan tugas yang diperintahkan guru tersebut akan menjadi tantangan
berat yang sangat berarti bagi dirinya. Oleh karena itu guru harus tanggap dan
memberikan bantuan sepenuhnya baik secara verbal maupun manual pada setiap
langkah secara beraturan.
3)
Ketersediaan Waktu
Belajar
Dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus perlu
disediakan waktu yang cukup, baik lamanya belajar maupun pemberian untuk
memproses informasi. Sebab dalam kenyataan ada siswa berkebutuhan khusus yang
mampu menguasai pelajaran dalam waktu yang sesuai dengan siswa-siswa lain pada
umumnya.
Namun pada sisi lain ada siswa yang membutuhkan waktu
lebih banyak untuk memproses informasi dan mempelajari suatu aktivitas gerak
tertentu. Hal ini berarti dibutuhkan pengulangan secara menyeluruh dan
peninjauan kembali semua aspek yang dipelajari.
Demikian juga halnya dalam praktek atau berlatih, sebaiknya diberikan
waktu belajar yang berlebih untuk menguasai suatu keterampilan atau melatih
keterampilan yang telah dikuasai
Contohnya bagi siswa yang memiliki hambatan mental dengan
tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, dia tidak dapat memproses informasi atau
perintah yang diberikan dengan cepat, sehingga dia akan mengalami kesulitan dan
sedikit membutuhkan waktu lebih banyak dalam melakukan kegiatan tersebut.
Begitu pula dengan siswa yang memiliki hambatan motorik, mereka membutuhkan
waktu yang lebih saat melakukan sebuah aktivitas jasmani karena hambatan yang
dimilkinya.
Contoh kegiatannya, pada saat kegiatan berlari
mengelilingi lapangan siswa yang lain di berikan alokasi waktu 2 menit untuk
dapat mengelilingi lapangan, tetapi bagi siswa yang memiliki hambatan mental,
motorik dan perilaku mungkin membutuhkan alokasi waktu 4 sampai 5 menit untuk
dapat mengelilingi lapangan tersebut.
Jadi waktu yang diberikan kepada siswa yang memiliki
hambatan harus disesuaikan dengan
kemampuan dan hambatan yang dimiliki oleh siswa tersebut, tetapi bukan erarti
harus selalu lebih dari siswa lainnya karena pada kenyataanya ada siswa yang
memiliki hambatan dapat menguasai pelajaran waktu yang dibutuhkannya sama
dengan siswa lainnya. Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan (2000;56)
bahwa:
dalam menghadapi siswa cacat perlu disediakan
waktu yang cukup, baik lamanya belajar maupun pemberian untuk memproses
informasi. Sebab dalam kenyataannya ada siswa yang cacat mampu menguasai
pelajaran dalam waktu yang sesuai dengan rata-rata anak normal
4)
Modifikasi peraturan
permainan
Memodifikasi peraturan permainan yang ada merupakan
sebuah keharusan yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani agar program
pendidikan jasmani bagi siswa berkebutuhan khusus dapat berlangsung dengan
baik. Oleh karena itu guru pendidikan jasmani harus mengetahui modifikasi apa
saja yang dapat dilakukan dalam setiap cabang olah raga bagi siswa berkebutuhan
khusus.
Berikut ini ada beberapa cabang olahraga yang
dimodifikasi peraturan permainannya bagi
siswa berkebutuhan khusus:
a)
Atletik
Bagi beberapa siswa berkebutuhan khusus cabang
olahraga altetik terutama cabang berlari ini tidak memerlukan begitu banyak
penyesuaian, tetapi bagi siswa tunanetra dan siswa tunarungu sangat membutuhkan
penyesuaian. Contoh penyesuaian yang dilakukan bagi siswa tunanetra saat
mengikuti pembelajaran atletik adalah pada saat berlari siswa tunanetra
memegang tali yang terbentang dari garis star sampai ke garis finish jadi saat
berlari siswa tidak tersesat atau bertabrakan dengan siswa lainnya. Atau cara
lain seperti yang diungkapkan
oleh Auxter (2005;) pada saat berlari siswa tunanetra diikuti oleh teman yang
memiliki penglihatan normal dari
belakang dengan saling memegang tali. jadi pada saat harus berbelok ke kanan
temannya menggerakan talinya kesebelah kanan dan itu menandakan berbelok ke
sebelah kanan dan sebaliknya.
Peraturan atletik pada umumnya saat start di lakukan
biasanya wasit membunyikan pistol atau peluit sebagai tanda dimulainya
pertandingan tersebut. Tetapi bagi siswa tunarunggu hal tersebut tidaklah
sesuai dengan keterbatasan mereka, maka diperlukan sedikit penyesuaian
diantaranya dengan mengganti peluit atau pistol dengan alat yang dapat
memberikan dilihat mereka contohnya seperti bendera. Jadi pada saat
pertandingan dimulai wasit mengibaskan bendera sebagai tandanya.
b) Basket
Dalam permainan bola basket bagi siswa berkebutuhan
khusus diperlukan beberapa penyesuaian dan perubahan peraturan seperti: pemain yang mengikuti permainan ini terdiri dari
6 orang atau lebih, diperbolehkan
melangkah dua atau tiga kali setelah menangkap bola. Bagi siswa
tunadaksa yang menggunakan kursi roda
penyesuaian yang dilakukan dengan cara menurunkan tinggi ring dalam
permainan.
Bagi siswa tunanetra bola yang digunakan harus
mengeluarkan bunyi begitu pula dengan keranjang atau ringnya harus mengeluarkan
bunyi agar dapat dikenali oleh para pemain.
c) Sepak
bola
Permaiana sepakbola bagi kebanyakan siswa berkebutuhan
khusus tidak terlalu banyak memerlukan penyesuaian, hanya ukuran lapangan yang
harus di modifikasi karena siswa berkebutuhan khusus memiliki tingkat kekuatan
atau kemampuan fisik yang lemah sehingga mudah kecapean. Jadi mereka hanya bermain setengah lapangan sepak bola besar atau lebih kecil
lagi dari itu sesuai dengan kemampuan mereka.
Tetapi bagi siswa tunanetra ada beberapa penyesuaian
yang dilakukan diantaranya bola dan gawang yang harus mengeluarkan bunyi agar
bisa dikenali oleh mereka. Lapangan yang diperkecil serta tidak ada aturan bola keluar.
Masih banyak lagi permainan atau cabang olahraga bagi
siswa berkebutuhan khusus yang memerlukan penyesuaian.
b.
Modifikasi Lingkungan
Belajar
Dalam meningkatkan pembelajaran pendidikan jasmani
bagi siswa yang berkebutuhan khusus maka suasana dan lingkungan belajar perlu
dirubah sehingga kebutuhan-kebutuhan pendidikan siswa dapat terpenuhi secara
baik untuk memperoleh hasil maksimal.
Adapun teknik-teknik memodifikasi lingkungan belajar
siswa menurut Tarigan dalam Penjas adaptif (2000: 58) sebagai berikut:
1)
Modifikasi fasilitas dan peralatan
Memodifikasi fasilitas-fasilitas yang telah ada atau
menciptakan fasilitas baru merupakan keharusan agar program pendidikan jasmani
bagi siswa berkebutuhan khusus dapat berlangsung dengan sebagai mana mestinya.
Semua fasilitas dan peralatan tentunya harus
disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh siswa. Oleh
karena itu diperlukan sebuah modifikasi dan penyesuaian pada fasilitas dan
peralatan yang akan digunakan oleh siswa berkebutuhan khusus. Ada beberapa
modifikasi tersebut meliputi:
a)
Pengecatan, pengapuran atau memperjelas garis-garis
pinggir atau batas lapangan
b)
Memperlebar lintasan agar dapat dilalui oleh kursi
roda
c)
Mengubah atau menyesuaikan ukuran bola dalam permainan
sepak bola dan voli ball
d)
Memodifikasi bola menjadi bercahaya dan berbunyi bagi
siswa tunanetra
2)
Pemanfaatan ruang secara maksimal
Pembelajaran
pendidikan jasmani identik
diselenggarakan di lapangan yang luas
dimana semua siswa dapat berlari-lari kesana kemari, sampai – sampai terkadang
guru akan kesulitan apabila lapangan yang luas tersebut tidak bisa digunakan
dan mungkin akan mengganti program pembelajaran yang awalnya akan
diselenggarakan di lapangan menjadi pembelajaran materi di dalam kelas. Padahal
sebetulnya pembelajaran pendidikan dapat dilaksanakan dimana saja asalkan tidak
membahayakan pembelajaran tersebut.
Pembelajaran pendidikan jasmani dapat dilakukan di
dalam maupun di luar ruangan hal tersebut tergantung kreatifitas guru dalam
merancang pembelajaran tersebut dengan baik. Seperti yang disampaikan oleh
Tarigan (2000;60) bahwa ‘ Seorang guru
pendidikan jasmani harus selalu kreatif dan menemukan cara–cara yang tepat
untuk memanfaatkan sarana yang teredia, sehingga menjadi suatu lingkungan
belajar yang layak’.
3)
Menghindari gangguan dan pemusatan konsentrasi
Segala bentuk gangguan saat pembelajaran pendidikan
jasmani dapat datang dari mana saja baik dari dalam pembelajaran maupun luar pembelajaran.
Gangguan tersebut dapat berupa kebisingan suara yang mengganggu konsentrasi,
orang lain yang tidak berkepentingan berada di dalam lapangan, benda-benda yang
dapat mengganggu jalannya pembelajaran, dan lain sebagainya.
Khusus bagi siswa yang mengalami gangguan belajar,
hiperaktif dan tidak bisa berkonsentrasi lama, faktor-faktor tersebut merupakan
gangguan yang sangat berarti, namun bagi
siswa siswa lainnya tidak terlalu mengganggu.
Semua faktor – faktor di atas, perlu dihilangkan atau
dihindari semaksimal mungkin, agar para siswa dapat memusatkan perhatian dan
berkonsentrasi pada tugas-tugas yang diberikan. Tarigan (2001:61) mengungkapkan
bahwa
Konsentrasi dan perhatian siswa dapat
dialihkan dengan berbagai cara antara lain: pemberian instruksi dengan jelas
dan lancar, dan guru harus memiliki antusiasme
yang tinggi serta selalu ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
Seperti apa yang diungkapkan oleh Tarigan di atas
bahwa konsentrasi dan perhatian siswa dapat dialihkan dengan beberapa cara
diantaranya pemberian instruksi dengan jelas dan lancar. Instruksi yang
diberikan oleh guru kepada siswa harus jelas tanpa ada singkatan ataupun kata-kata
yang dapat membuat siswa menjadi bingung, dan instruksi yang diberikan harus utuh dan lancar jangan tersendat-sendat
atau terputus-putus karena hal tersebut dapat menciptakan ruang bagi siswa
untuk memalingkan perhatiannya.
Cara yang kedua adalah guru harus memiliki antusiasme yang tinggi serta selalu ikut
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pada saat pembelajaran berlangsung
guru harus dapat berperan aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan
bersama-sama dengan siswa. Guru dengan siswa bersama-sama melakukan kegiatan
jasmani dengan menunjukan semangat dan keceriaan yang dapat menarik perhatian
siswa agar mau mengikuti kegiatan yang dilakuan.
Daftar Pustaka
Faturohman, Taufik.(2010). Pembelajaran Pendidikan Jasmani Bagi Siswa Berkebutuhan Khusus (studi pendidikan jasmani di Sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif). Bandung:UPI