Di dalam mengambil sebuah keputusan seorang pemimpin (guru) harus selalu menyelaraskan dengan visi dan misi yang telah disusun dan disepakati bersama, agar apa yang diputuskan jelas dan terarah. Utamanya dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid sehingga terwujud merdeka belajar

        Kebijakan Merdeka Belajar yang digulirkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Guru dan tenaga Kependidikan Kemdikbud beberapa waktu silam telah membuahkan program yang bertujuan untuk menyiapkan pemimpin pendidikan masa depan, yakni program Guru Penggerak.

        Berikutnya, selain menjadi pemimpin harapan di dunia pendidikan, juga mampu mendorong tumbuh kembangnya murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru serta implementasi pembelajaran yang berpihak pada murid. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah, menjadi sosok teladan dan agen perubahan ekosistem pendidikan menuju terwujudnya profil Pelajar Pancasila.

        Saat ini, penulis mulai mempelajari Modul 3.1 tentang pengambilan keputusan. Tentu, sebagai salah satu yang mengikuti program Guru Penggerak, penulis diharapkan menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang mampu mengambil keputusan dalam situasi dan kasus apapun. Oleh karena itu, modul 3.1 sangat bermanfaat, terutama dalam mewujudkan Merdeka Belajar.

        Seperti diketahui, setelah memahami filosofi pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan memberikan tuntunan terhadap segala kodrat anak yang akan mengantarkannya pada, keselamatan dan kebahagiaan, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, maka dalam pelaksanaannya penulis dituntut untuk dapat berperan sebagai pemimpin pembelajaran yang mampu mendorong, menggali dan mengembangkan potensi anak.

        Di sisi lain, sebagai pemimpin pembelajaran yang berpedoman pada Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara – Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, maka guru diharapkan mampu mengambil keputusan yang tepat, bijaksana, dan berpihak pada murid. Termasuk menjadi sosok teladan dan motivator mereka untuk mengembangkan minat, bakat, serta melejitkan potensi yang dimilikinya.

        Dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid, tentunya seorang guru dalam perannya sebagai pengambil keputusan harus mampu menyelaraskan visi dan misi yang sudah disepakati bersama, sehingga segala keputusan yang diambil jelas dan sesuai dengan harapan semua pihak. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah seberapa manfaat keputusan yang diambil sehingga mampu memberikan solusi atas segala permasalahan yang dihadapi.

Bujukan Moral dan Dilema etika

Penulis mencatat terdapat dua situasi saat kita dituntut menjadi pengambil keputusan, yakni Bujukan Moral dan Dilema etika.

        Bujukan Moral merupakan situasi pengambilan keputusan saat seseorang dihadapkan pada kasus benar melawan salah. Sedangkan Dilema Etika adalah sebuah situasi saat seseorang dihadapkan pada keadaan yang keduanya benar namun bertentangan dalam pengambilan keputusan.

        Dari kondisi di atas, kita sering dihadapkan dengan dilema etika yang menuntut sikap bijak dalam mengatasinya. Hal dikarenakan dilema etika merupakan situasi yang sering dihadapi, dan tidak sedikit dihadapkan dengan pertentangan antara cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, toleransi, kesetiakawanan, tanggung jawab, dan aktualisasi hidup.

Paradigma, Prinsip, dan Langkah Pengambilan Keputusan

        Seperti diketahui juga, di dalam menghadapi pengambilan keputusan, seringkali bersinggungan dengan prinsip-prinsip etika, yang walaupun sebenarnya prinsipnya tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal.

        Untuk mempunyai pemahaman yang baik tentang pengambilan keputusan, sudah seharusnya kita menghargai konsep dan prinsip etika yang universal dan disepakati bersama, seperti Keadilan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi.

Oleh karena itu, di dalam situasi dilema etika menyajikan paradigma, yaitu:

1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Sementara itu, untuk pengambilan keputusan diperlukan prinsip-prinsip yang melandasinya. Terdapat tiga prinsip yang akan membantu dalam menghadapi sejumlah pilihan yang penuh dengan tantangan dalam pengambilan keputusan, yakni  

1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

        Selanjutnya, segala keputusan yang diambil haruslah tepat, arif, dan bijaksana. Maka sebagai seorang pemimpin pembelajaran membutuhkan pengujian yang selaras dengan prinsip dasar pengambilan keputusan yang etis.

        Terdapat sembilan langkah untuk menguji keputusan dalam situasi dilema etika yang terkadang menggiring kita ke dalam situasi dan nilai yang bertentangan. Kesembilan langkah tersebut adalah:

1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.

3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.

4. Pengujian benar atau salah. Ada uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, 

    dan uji panutan/idola.

5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.

6. Melakukan Prinsip Resolusi.

7. Investigasi Opsi Trilema.

8. Buat Keputusan Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.

        Selain di atas, pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan dapat juga menginternalisasikan teknik coaching yang bisa melejitkan potensi yang dimiliki. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pengambilan keputusan karena tenik coaching pun memiliki tujuan utama dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapi dengan efektif, efisien dan bersinggungan dengan dilema etika dalam sejumlah kasus.

Simpulan

        Dibutuhkan sikap bijak dalam memainkan peran sebagai pemimpin pembelajaran. Maka guru, dalam setiap mengambil keputusan memerlukan kecermatan dan pengujian yang tepat atas kasus yang dihadapinya.

        Paradigma, prinsip, dan  langkah-langkah pengambilan keputusan merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang sangat penting dilakukan oleh setiap pemimpin pembelajaran yang diharapkan memiliki kompetensi Guru Penggerak sebagai pribadi yang  mampu melakukan pengambilan keputusan berdasarkan prinsip pemimpin pembelajaran.

        Selanjutnya, seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki profil kompetensi yang mampu menyadari dan menggunakan prinsip moral dalam melakukan pengambilan keputusan, serta mampu menerapkan strategi untuk menghindari adanya isu kode etik kepemimpinan sekolah dan konflik kepentingan.




         Saat menemui anak-murid yang mengalami kesulitan, terkadang naluri guru untuk membantu murid-muridnya pun tumbuh dan berkembang. Sebagai seorang guru kadang kita tergoda untuk membantu memecahkan permasalahan yang mereka lami. Bahkan terkadang guru menjadi gemas dan berkeinginan sesegera mungkin mencarikan solusi bagi permaslahan anak-anak muridnya.

        Namun, setelah belajar materi Coaching ini saya mengetahui bahwa dengan memberikan kemudahan-kemudahan bagi mereka untuk memecahkan permasalahan mereka bukanlah hal yang baik. Mereka harus diajarkan dan dibimbing untuk mampu memecahkan permasalahannya sendiri. Dengan begitu anak-anak murid diharapkan menjadi insan yang tangguh dalam menjalani kehidupan.

        Dalam modul 2.3 ini tentang Cocahing untuk supervisi akademik dijelaskan perbedaan antara coaching, konseling, dan mentoring. Coaching merupakan suatu usaha yang dilakukan coach dalam mendampingi coacheenya untuk menemukan masalah. Dalam hal ini seorang coach akan mengajukan berbagai pertanyaan berbobot kepada coacheenya guna mengarahkan kepada pemecahan masalahnya. Disini seorang coach bertindak untuk mengembangkan kemampuan coacheenya. Sementara itu, Konseling merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang konselor untuk mencari tahu akar permasalahan dari si klien yang melakukan diskusi atau curhat kepadanya. Sedangkan  mentoring merupakan suatu cara yang dilakukan oleh seorang mentor dalam memberikan tips atau cara yang mungkin dianggap tepat untuk menyelesaikan masalah dari seorang menteenya.

        Pada modul 1.1 tentang filosofi Ki hajar Dewantara telah dijelaskan bahwa Pendidik berarti juga penuntun. Seorang penuntun akan menuntun setiap anak didik sesuai dengan kodratnyamasing-masing, yakni berdasarkan kodrat zaman dan kodrat alamnya. Selain itu, dalam filosofi Ki Hajar Dewantara pun diterangkan pula tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid.

        Dengan coaching, sebagai seorang guru, kita akan mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh anak-anak didik kita.Sebab Coaching ini memberi ruang kebebasan dan bereksplorasi mengenai hal-ahal yang ada dalam pikiran anak didik kita. Meningkatkan kualitas komunikasi mereka, dapat melatih mereka untuk berbicara dan menceritakan apa saja yang sudah mereka lakukan. Selain itu, mereka juga diajarkan untuk berpendapat, hingga akhirnya mereka akan mampu memecahkan permasalahan yang sedangmereka hadapi. Coaching ini bukanlah suatu kegiatan untuk sekedar curah pendapat saja ngobrol yang tidak tentu arah. Tetapi Coaching lebih kepada proses pembelajaran. Coaching sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis dimana coach memfasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi bagi coachee. ( Grant 1999)

        Selanjutnya pada modul 1.2 tentang Nilai dan peran guru penggerak menjelaskan bahwa setiap Guru penggerak haruslah memiliki peran dan nilai. Salah satunya adalah dapat bermanfaat bagi rekan sejawat  dan mampu menggerakkan komunitas. Dalam mendukung nilai dan peranan guru penggerak tersebut, kegiatan Coaching ini juga dapat menjadi salah satu ruh yang ada dalam peranan guru penggerak. Sebab dalam kegiatan coaching sendiri ada empat aspek pendukung yakni: Komunikasi asertif, Pendengar aktif, Pertanyaan efektif, dan Umpan Balik Positif. Keempatnya ini merupakan keterampilan penting yang harus di kuasai Coach dalam proses Coaching. Artinya kompentensi-kompetensi tersebut sangatlah sesuai dengan peranan guru penggerak.  

        Selanjutnya pada modul 1.3 mengenai visi guru penggerak dijlaskan bahwa seorangguru penggerak haruslah memiliki visi dan misi untuk melakukan perubahan dalam lingungannya. Naik dalam lingkungan kelas yang dia ajar atau lingungan sekolah.

        Pada modul 1.4 tentang budaya positif, salah satu materi yang sangat menarik adalah teknik restitusi. Restitusi merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh guru dalam usahanya untuk mempositifkan perilaku anak-anak didik dalam lingkungan belajarnya. Restitusi dilakukan dengan tujuan suatu permasalah yang terjadi adiantara anak-anak didik dapat terselesaikan dengan baik tanpa melukai hai satu sama lain. Jika kita melihat posisi fungsi kontrol guru, maka seorang pendidik bertindak sebagai Manajer dan bukan sebagai pembuat rasa bersalah apalagi penghukum. Siswa atau coachee merasa dirinya sebagai pembelajar sehingga ketika ada sebuah masalah, coach membantu dan menuatkan coachee dalam menemukan solusi permasalahannya tersebut tanpa rasa terluka.

        Pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdifernsiasi dijelaskan bahwa  setiap orang itu istimewa. Setiap anak memiliki perbedaan cara dan kecepatan dalam belajar. Dengan demikian seorang guru harus mampu memberikan hak belajar yang sama kepada setiap siswa. Guru dapat menerapkan Teknik Scaffolding atau pendampingan khusus kepada siswa yang di anggap kurang dalam belajarnya. Seperti kesiapan belajar yang rendah dan kecepatan memahami materi pelajaran yang juga rendah.  Selain itu, Teknik Coaching pun dapat membantu para siswa yang mendapat scaffolding tersebut. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan berajalan sesuai dengan yangdiharapkan.

        Adapun teknik Coaching yang terkenal adalah coaching dengan teknik  TIRTA yakni akronim dari beberapa hal yaitu: 'T' untuk Tujuan Utama, 'I' untuk Identifikasi masalah, 'R'untuk Rencana Aksi, 'TA'untuk Tanggung Jawab. Keempat hal ini harus digunakan dalam proses mendampingi coachee. Selain itu seorang ciach pun harus memenuhi tigakriteria utamaseorang coach yaitu kehadiran penuh, mendengarkandengan rasa, dan memberikan pertanyaa-pertanyaan berbobot. Dengan demikian proses pengidentifikasian masalah akan semakin signifikan dan tepat sasaran. Sehingga rencana Aksi jadi mudah dirumuskan. Dan solusi pemecahan masalah dapat ditemukan.

        Pada Modul 2.2 tentang pembelajaran sosial emosional den Konsep sosial emosional. Dijelaskan bahwa seseorang haruslah dalam keadaam kesadaran penuh atau mindfullness untuk menyadari emosi yang sedang ia rasakan. Dengan demikian orang tersebut dapat membuat keputusan dengan jauh lebih baik dari sebelumnya. Selain Pengenalan emosi,  Pengelolaan diri yang baik juga penting. Hal ini dapat dilakukan dalam hal pengelolaan waktu ataudisiplin. Kesadaran sosial seperti empathi juga sangatlah penting untuk dipelajari. Hal ini dilakukan guna menyadarkan bahwa diri bukanlah satu-satunya orang yang punya masalah atau hambatan dalam belajar.

        Dengan demikian Keterampilan sosial ini sanga butuh latihan sebagai wujud resiliensi seseorang dalam memecahkan masalahnya. Dalam teknik Coaching ada tanggung jawab dimana komitmen harus di lakukan. Dengan tujuan aksi nyata dari apa yang akan ia lakukan dalam coaching dapat terealisasi dengan baik